dahulu
Suatu
ketika, malam 27 Rajab, Rasulullah Muhammad saw sedang bertafakur di masjidil
Haram. Saat itu Rasulullah saw sedang menjalani 11 tahun masa kenabiannya.
Kondisi
perjuangan Islam sedang dalam masa-masa paling sulit. Umat Islam diboikot oleh
kaum Ouraisy. Perdagangan dan berbagai interaksi sosial ekonomi umat Islam
diisolasi dan sangat dibatasi. Dalam kondisi seperti itu, paman dan istri
Rasulullah saw sebagai orang-orang yang sangat gigih mendukung perjuangan Nabi
pun 'dipanggil', diwafatkan oleh Allah SWT, meninggalkan Rasulullah. Nabi benar
benar dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan.
Di
saat-saat seperti itu Rasulullah saw lantas meningkatkan dzikir dan tafakurnya
kepada Allah, Sang Maha Perkasa dan Maha Menyayangi. Beliau banyak melakukan
perenungan di masjidil Haram. Seperti yang sering beliau lakukan di Gua Hira'
saat-saat sebelum masa kenabiannya, menjelang memperoleh wahyu pertama.
Maka,
ketika malam semakin larut mendekati tengah malam, suasana masjidil Haram
semakin sepi dan lengang. Rasulullah saw mencapai puncak kekhusyukannya.
Tiba-tiba
muncullah malaikat Jibril dari ufuk yang tinggi. Badan Jibril memenuhi horizon
penglihatan Nabi (QS. 53 : 5-11). Jibril terus mendekati Nabi sampai jarak
sekitar satu busur anak panah atau lebih dekat lagi. (Begitulah cara Jibril
memperlihatkan diri aslinya kepada Nabi dalam menyampaikan wahyu dari Allah).
Setelah
dekat, Jibril menyampaikan perintah Allah, bahwa ia disuruh untuk mengajak
Rasulullah melakukan perjalanan luar biasa, yang kemudian kita kenal sebagai
Isra'Mi'raj.
Rasulullah
saw, lantas diajak oleh Jibril menuju sumur Zam-zam, yang terletak tidak jauh
dari situ, untuk mensucikan dirinya, sebelum berangkat. Dalam berbagai kisah
digambarkan 'hati' Rasulullah saw disucikan oleh malaikat Jibril menggunakan
air Zam-zam, sebagai persiapan untuk melakukan perjalanan 'menuju' Allah itu.
Setelah
itu, melesatlah mereka berdua dengan menggunakan Buraq (makhluk cahaya) menuju
ke Palestina yang berjarak sekitar 1500 km dari Mekkah. Mereka menempuh
perjalanan yang sangat jauh untuk ukuran orang pada waktu itu hanya dalam waktu
setengah malam.
Mestinya,
menggunakan unta atau kuda memerlukan waktu berbulan-bulan. Apalagi, selain ke
Palestina Rasulullah saw juga melakukan perjalanan ke langit ke tujuh. Dan
ternyata, sebelum subuh, Rasulullah saw sudah balik berada di Mekkah lagi.
Tentu
saja, berita ini sangat menggemparkan masyarakat pada waktu itu. Bukan hanya
orang-orang kafir yang mencemoohkan Nabi, tapi sebagian umat Islam pun sempat
dihinggapi oleh keraguan.
Ada 2 hal yang kontradiktif. Yang
pertama, Rasulullah saw bercerita bahwa beliau telah melakukan perjalanan
sejauh itu hanya dalam waktu setengah malam. Hal ini tentu saja tidak bisa
diterima oleh mereka yang mendengarnya. Tapi, yang kedua, Muhammad dikenal
sebagai orang yang tidak pernah berbohong sejak kecil, sehingga dijuluki Al
Amin. Mestinya, kabar yang ia sampaikan itu juga bukan berita bohong.
Maka,
berita itu pun menggemparkan masyarakat Mekkah. Termasuk para sahabat. Mereka
terpecah dalam 3 golongan besar. Yang pertama, adalah mereka yang mencemoohkan.
Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kafir. Untuk menghindari kontradiksi
diatas bahwa Muhammad tidak pernah berbohong mereka pun mengembuskan berita
bahwa Muhammad telah gila. Dan mereka pun menjadikan berita itu sebagai bahan
cemoohan dan ejekan. Orang-orang kafir memperoleh 'amunisi' baru untuk
memojokkan perjuangan Rasulullah.
Kelompok
kedua, adalah mereka yang ragu-ragu. Dalam kelompok ini ada orang-orang kafir
dan ada pula orang-orang Islam. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi di
atas. Mau percaya, kok berita itu tidak masuk akal. Tapi, mau nggak percaya,
Muhammad itu kan
tidak pernah berbohong. Maka, mereka pun ragu-ragu.
Kelompok
yang ketiga, adalah mereka yang begitu yakin akan keRasulan Muhammad. Di
antaranya yang menonjol adalah Abu Bakar Ash shiddid. Mereka meyakini
sepenuhnya, bahwa yang diucapkan Rasulullah saw pasti benar adanya. Perjalanan
yang kontroversial itu pun bagi mereka justru meningkatkan keyakinannya bahwa
beliau benar-benar utusan Allah.
Nah,
ketiga golongan tersebut ternyata bukan hanya ada pada zaman itu, melainkan
terbawa sepanjang sejarah perkembangan Islam. Sampai kini pun, ada orang-orang
yang tidak percaya, yang ragu-ragu dan yang langsung beriman, meskipun tidak
tahu penjelasannya.
Untuk
itu, dalam diskusi kali ini saya ingin ikut ‘urun rembug’ dalam wacana yang
sudah berusia hampir 1.500 tahun tersebut. Saya ingin mengatakan bahwa
peristiwa yang kontroversial tersebut sebenarnya bisa diurai dengan menggunakan
logika-logika modern, tanpa harus mengorbankan keimanan kita. Bahkan akan
semakin menegaskan betapa Maha Perkasa Allah, Sang Penguasa Alam semesta ini.